Acep Zamzam Noor
MEMAHAMI puisi dan memahami prosa ada bedanya. Ini disebabkan karena bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dengan yang dipakai prosa. Memahami puisi mungkin sedikit lebih rumit dibanding memahami prosa. Kerumitan ini terjadi karena cara melukiskan pengalaman dalam puisi biasanya berlapis-lapis, tidak langsung atau runtut seperti halnya dalam kebanyakan prosa. Penyair tidak sekedar memberikan keterangan dan penjelasan kepada pembacanya tentang apa yang ingin disampaikan, tapi juga memperhitungkan keindahan bunyi, keharmonisan irama, kekayaan imaji, ketepatan simbol, rancang bangun kata-kata dan lain sebagainya.
Bahasa dalam puisi bukan hanya sekedar alat untuk menyampaikan keterangan, tapi bahasa yang harus mempunyai kekuatan puitik. Puisi adalah jenis karya sastra yang menggunakan bahasa yang khas, bukan bahasa umum atau biasa. Puisi biasanya menggunakan bahasa yang efektif, dengan kata-kata yang hemat namun mempunyai makna dan efek yang banyak. Puisi juga kadang menggunakan bahasa yang sugestif. Kalau pun menggunakan bahasa umum dan biasa, tentu dengan pengungkapan yang tidak umum dan biasa. Dengan kata lain puisi adalah seni merangkai kata-kata, seni menciptakan keajaiban dalam berbahasa.
Karena bahasanya yang khas, puisi kadang agak sulit untuk dipahami. Puisi tak bisa dibaca sambil lalu seperti halnya membaca prosa atau berita. Membaca puisi perlu keseriusan, kekhusyukan dan pengorbanan, dengan proses berlatih yang terus-menerus. Puisi akan terasa gelap jika kita belum bisa mengakrabinya. Puisi akan menjadi terang kalau kita bisa menguak misterinya. Memang tidak semua puisi sulit dipahami.
Nilai puisi tidak semata-mata terletak pada apa yang diungkapkan, tapi lebih pada bagaimana cara mengungkapkan. Dengan demikian, dalam puisi biasanya bentuk lebih menonjol ketimbang isi, atau paling tidak ada keseimbangan di antara keduanya. Sebab melalui bentuk itulah pembaca akan menemukan sesuatu yang khas, yang merupakan kreativitas dari seorang penyair. Di sinilah masalah sudut pandang, kejelian, kepekaan serta reaksi pada tema atau gagasan tertentu (entah tema besar maupun sepele) menjadi sangat menentukan. Tak heran jika banyak puisi yang temanya sangat biasa atau sederhana namun mempunyai kekuatan puitik yang luar biasa. Kenapa? Karena penyair berhasil memberikan bentuk yang tepat, indah, dan segar bagi tema sederhana itu, sehingga memberikan kesan yang mendalam bagi siapa saja yang membacanya.
***
Puisi lirik adalah jenis yang paling banyak ditulis para penyair
Dalam puisi lirik masalah
Pada umumnya puisi lirik mempergunakan segala unsur yang ada dalam puisi, terutama penggunaan imaji, simbol, metafor dan
Seperti juga sebuah bangunan, puisi mempunyai rancang bangun atau strukturnya sendiri. Struktur itu terdiri dari unsur-unsur yang menopang berdirinya bangunan tersebut. Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa puisi merupakan ungkapan perasaan atau pikiran dalam suatu bentuk yang utuh dan menyatu. Dan bentuk yang utuh dan menyatu itu adalah gabungan unsur-unsur yang satu dengan lainnya tidak bisa dipisahkan karena saling berkaitan. Secara umum unsur-unsur yang penting dalam sebuah bangunan puisi adalah tema, suasana, imaji, simbol, metafor, irama dan
Dengan menelusuri secara mendalam masing-masing unsur tadi kita akan menemukan kekuatan dan kelemahan sebuah puisi. Atau dengan memahami unsur-unsur tadi kita juga akan mengetahui apakah sebuah puisi sangat dominan unsur simbolisnya, kemerduan iramanya, kecanggihan
Sebuah puisi pasti memiliki inti persoalan, meskipun puisi itu berbicara tentang banyak hal misalnya. Semua hal yang disinggung dalam sebuah puisi harus menuju pada inti persoalan, memperkuat inti persoalan. Jika sebuah puisi bicara langsung pada inti persoalan, tanpa proses, tanpa tahapan-tahapan, tanpa gambaran-gambaran pendukung, maka hasilnya mungkin akan terasa kering, kurang greget dan tidak menunjukan kekayaan makna. Jika sebuah puisi telah menemukan tema atau inti persoalan maka semua gambaran pendukung yang disajikan penyair akan makin jelas fungsinya dalam keseluruhan bangunan puisi.
Salah satu unsur paling menarik dan menentukan sejauh mana pencapaian puitik sebuah karya adalah suasana. Sebuah puisi yang baik mampu membawa pembacanya ke dalam suasana tertentu, dan suasana itulah yang akan mempengaruhi pembacanya. Perasaan akan tersentuh, hati tergetar dan bulu kuduk berdiri jika seorang penyair berhasil menciptakan suasana tertentu dalam puisinya. Semua itu muncul tidak hanya disebabkan karena puisi-puisi yang bersuasana sedih atau murung, tapi juga karena puisi-puisi yang penuh gelora semangat. Begitu juga puisi-puisi yang bersuasana khusyuk, syahdu dan khidmat akan menimbulkan keharuan bagi yang membacanya. Suasana dibangun dari gambaran-gambaran yang disajikan penyair sebagai unsur pendukung tema. Pembaca diajak melihat, membayangkan, mendengar, mencium, merasakan dan berpikir tentang sesuatu sehingga dibawa pada keadaan dan kondisi perasaan tertentu. Suasana sangat membantu dalam memberikan penekanan pada tema yang hendak dikemukakan.
Sebuah gambaran yang menyentuh indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan sebagainya dinamakan imaji. Tujuan dari penggambaran yang demikian adalah agar pembaca benar-benar dapat dibawa memasuki pengalaman yang diungkapkan penyair. Pembaca diajak ikut merasai dan mengalami apa yang digambarkan penyair dalam puisinya. Pembaca disentuh inderanya, dirangsang perasaannya dan digoda pikirannya hingga terlibat lebih jauh lagi ke dalam puisi. “Bulan pecah berantakan” adalah contoh keliaran imaji dari seorang penyair
Pemakaian simbol atau lambang adalah upaya menyatakan sesuatu di luar arti kata yang sebenarnya. Misalnya gambaran tentang sebuah peristiwa di mana suatu benda, kejadian atau keadaan tertentu dilukiskan dengan maksud yang lain dari peristiwa yang sebenarnya. Misalnya, jika dalam sebuah puisi kita menemukan kalimat “jerit hewan yang terluka”, belum tentu gambaran tentang hewan tersebut dimaksudkan penyair sebagai keadaan yang sebenarnya. Tapi bisa jadi gambaran tersebut dimaksudkan untuk melukiskan peristiwa atau keadaan tertentu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan hewan.
Proses simbolisasi dalam penulisan puisi banyak caranya. Kadang simbol digunakan hanya pada kata-kata tertentu, tapi kadang juga pada keseluruhan puisi. Kadang digunakan secara analogis, dengan cara membandingkan keadaan atau peristiwa tertentu dengan keadaan dan peristiwa yang lain. Tapi bisa juga dengan menggunakan asosiasi, dengan cara memainkan kesan tentang benda, peristiwa atau keadaan. Jelasnya, jika sebuah puisi mempunyai arti di luar apa yang diungkapkannya, maka puisi tersebut bisa disebut puisi simbolis. Kenapa? Karena puisi tersebut berusaha menyembunyikan maksud yang sebenarnya di balik simbol-simbol. Sebuah puisi terkenal dari Sapardi Djoko Damono mungkin bisa memberi gambaran:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sebuah puisi menjadi menarik bukan hanya karena isinya yang baik dan berguna, tapi juga karena mempunyai irama yang indah. Irama yang indah itu terjadi karena rangkaian kata-kata yang dipilih, disusun, diulang-ulang sedemikian rupa sehingga menimbulkan lagu pada keseluruhan puisi. Lagu dalam puisi bisa muncul karena penyair memainkan kata-katanya dengan cara mengalun, mendayu, naik turun seperti gelombang suara. Setiap kata mempunyai bunyi atau suara tersendiri, bunyi inilah yang bisa dimainkan secara fungsional dalam puisi. Bisa dimainkan secara berulang-ulang dengan mengejar persamaan bunyi. Bisa juga dengan mengkombinasikannya. Tidak selalu harus berakhir dengan vokal tapi juga bisa berakhir dengan konsonan. Goenawan Mohamad sangat piawai dalam hal ini:
Menyeberangi kontinen malam
Dan kau katakan, “
Dan nyanyian di ranting-rantingnya
Laut lama akan tak mengingatnya
Bahan
Perbedaan
***
Perbedaan
Munculnya Chairil Anwar membawa gelombang pasang pada perpuisian
Di belakang Chairil Anwar ada sejumlah penyair yang kuat dan sangat berpengaruh. Sitor Situmorang, Rendra, Subagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, Saini K.M. dan Sutardji Calzoum Bachri. Dimulai dengan puisi-puisi lirik tentang cinta yang sangat indah, Rendra kemudian menemukan bahasanya dalam bentuk balada. Bentuk terakhir ini nampaknya sangat cocok dengan kesukaannya bermain drama. Puisi-puisi Rendra yang naratif menjadi tontonan yang menarik ketika dibawakan penyairnya di panggung. Apalagi puisi-puisi mutakhirnya yang banyak mengungkapkan ketimpangan sosial negeri ini banyak mendapat perhatian berbagai kalangan. Tak heran jika Rendra kemudian menjadi penyair paling populer di negeri ini, meskipun penyair-penyair muda tak banyak yang mengikuti gayanya.
Goenawan Mohamad merupakan penyair yang mengaku menulis dalam tradisi Chairil Anwar. Dalam usia yang sangat muda ia menulis puisi-puisi lirik yang segar dan menggoda. Segar, karena ia tak sekedar mengikuti Chairil begitu saja. Ia menempatkan idolanya hanya sebagai titik tolak, sebab yang kemudian ia lakukan adalah merintis tradisi baru bagi penulisan puisi lirik. Puisi-puisinya sangat merdu, ia mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap irama. Yang menarik, irama dalam puisi-puisinya bukan lahir dari ketertiban menyusun kata, juga bukan dari persamaan akhiran, tapi dari kesesuaian bunyi. Puisi-puisi Goenawan juga sangat intelektual dan referensial. Ia menggali kisah-kisah dari kitab suci, sejarah, mitos, wayang serta legenda yang kemudian diramu dengan perasaan dan pikirannya yang subyektif.
Berbeda dengan Rendra, Goenawan mempunyai pengikut yang banyak meskipun pada perkembangannya mereka menemukan jalan sendiri-sendiri. Abdul Hadi W.M., Leon Agusta, Linus Suryadi A.G., Korie Layun Rampan, Emha Ainun Nadjib pada periode awalnya adalah nama-nama yang berada di belakang penyair yang juga wartawan ini.
Taufiq Ismail merupakan sosok lain dalam perpuisian
Pada dua dekade terakhir muncul nama-nama seperti D. Zawawi Imron, Kriapur, Afrizal Malna, Beni Setia, Nirwan Dewanto, Dorothea Rosa Herliany, Soni Farid Maulana, Ahmad Syubanuddin Alwy, Joko Pinurbo, Sitok Srengenge, Oka Rusmini, Warih Wisatsana, Tan Lioe Ie, Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman dan lain-lain. Mereka kebanyakan menulis dalam tradisi lirik warisan Chairil Anwar dan Goenawan Mohamad meski dengan pengembangan, penyederhanaan, pengingkaran, pencanggihan atau pembelokan yang dilakukan masing-masing. Afrizal Malna melakukan eksperimentasi dalam bentuk dan isi. Puisi-puisi mutakhirnya cenderung naratif dengan penggambaran yang bertumpuk pada alam benda. Joko Pinurbo menulis puisi-puisi lucu dengan mengambil simbol tubuh manusia. Dorothea Rosa Herliany meneriakan kegelisahan dunia perempuan. Di belakang mereka masih ada Beni R. Budiman dan Cecep Syamsul Hari yang romantis, disusul Nenden Lilis Aisyah, Abidah El-Khaliqie, Mathori A. Elwa, Raudal Tanjung Banua, Wan Anwar, Toto St. Radik, Aslan Abidin dan lain-lain.
Perkembangan kepenyairan bukanlah perkembangan yang linier, tapi perkembangan yang sulit ditebak. Banyaknya orang menulis puisi, ramainya penerbitan buku puisi belum tentu menandakan suatu perkembangan yang baik. Seorang pembaharu tidak akan muncul setiap saat, karena penyair tidak bisa diciptakan setiap saat. Seorang penyair hanya bisa lahir dari rahim zamannya. Perlu diingat, seorang penyair yang baik tidak selalu seorang pembaharu. Chairil Anwar dan Sutardji Calzoum Bachri mungkin pembaharu, meskipun yang mereka lakukan adalah memberikan penafsiran dan makna baru pada tradisi yang sudah ada sebelumnya. Tapi Sitor Situmorang, Rendra, Subagio Sastrowardojo, Goenawan Mohamad, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, Saini K.M. adalah penyair-penyair yang baik, yang telah memberikan warna dan juga gairah pada dunia perpuisian Indonesia. Pembaharu atau bukan, setiap penyair yang baik pasti memberikan sesuatu, mewariskan sesuatu.
(2001)